hallo readers! apa kabar?
pasti luar biasa kan ? :)
baiklah
entri kali ini membahas tentang kumpulan beberapa puisi dari 10
pengarang puisi ternama di indonesia.. langsung aja >>
PARA PEMINUM
Karya: sutardji calzoum bachri
di lereng lereng
para peminum
mendaki gunung mabuk
kadang mereka terpeleset
jatuh
dan mendaki lagi
memetik bulan
di puncak
mereka oleng
tapi mereka bilang
--kami takkan karam
dalam lautan bulan--
mereka nyanyi nyai
jatuh
dan mendaki lagi
di puncak gunung mabuk
mereke berhasil memetik bulan
mereka mneyimpan bulan
dan bulan menyimpan mereka
di puncak
semuanya diam dan tersimpan
para peminum
mendaki gunung mabuk
kadang mereka terpeleset
jatuh
dan mendaki lagi
memetik bulan
di puncak
mereka oleng
tapi mereka bilang
--kami takkan karam
dalam lautan bulan--
mereka nyanyi nyai
jatuh
dan mendaki lagi
di puncak gunung mabuk
mereke berhasil memetik bulan
mereka mneyimpan bulan
dan bulan menyimpan mereka
di puncak
semuanya diam dan tersimpan
HERMAN
Karya: sutardji calzoum bachri
herman tak bisa pijak
di bumi tak bisa malam di bulan
tak bisa hangat di matari tak bisa teduh di tubuh
tak bisa biru di lazuardi tak bisa tunggu di tanah
tak bisa sayap di angin tak bisa diam di awan
tak bisa sampai di kata tak bisa diam di diam tak bisa paut di mulut
tak bisa pegang di tangan takbisatakbisatakbisatakbisatakbisatakbisa
tak bisa hangat di matari tak bisa teduh di tubuh
tak bisa biru di lazuardi tak bisa tunggu di tanah
tak bisa sayap di angin tak bisa diam di awan
tak bisa sampai di kata tak bisa diam di diam tak bisa paut di mulut
tak bisa pegang di tangan takbisatakbisatakbisatakbisatakbisatakbisa
di mana herman? kau
tahu?
tolong herman tolong tolong tolong tolongtolongtolongtolongngngngngng!
tolong herman tolong tolong tolong tolongtolongtolongtolongngngngngng!
MATA HITAM
karya : WS Rendra
karya : WS Rendra
Dua mata hitam adalah matahati yang biru
dua mata hitam sangat kenal bahasa rindu.
Rindu bukanlah milik perempuan melulu
dan keduanya sama tahu, dan keduanya tanpa malu.
Dua mata hitam terbenam di daging yang wangi
kecantikan tanpa sutra, tanpa pelangi.
Dua mata hitam adalah rumah yang temaram
secangkir kopi sore hari dan kenangan yang terpendam.
AKU BERADA KEMBALI
Karya : Chairil Anwar
Aku
berada kembali. Banyak yang asing:
air mengalir tukar warna,kapal kapal,
elang-elang
serta mega yang tersandar pada khatulistiwa lain;
air mengalir tukar warna,kapal kapal,
elang-elang
serta mega yang tersandar pada khatulistiwa lain;
rasa
laut telah berubah dan kupunya wajah
juga disinari matari lain.
juga disinari matari lain.
Hanya
Kelengangan tinggal tetap saja.
Lebih lengang aku di kelok-kelok jalan;
lebih lengang pula ketika berada antara
yang mengharap dan yang melepas.
Kelengangan tinggal tetap saja.
Lebih lengang aku di kelok-kelok jalan;
lebih lengang pula ketika berada antara
yang mengharap dan yang melepas.
Telinga
kiri masih terpaling
ditarik gelisah yang sebentar-sebentar
seterang
guruh
ditarik gelisah yang sebentar-sebentar
seterang
guruh
1949
PADA
SUATU HARI NANTI
Karya : Supardi Djoko Damono
Pada suatu hari nanti,
Jasadku tak akan ada lagi,
Tapi dalam bait-bait sajak ini,
Kau tak akan kurelakan sendiri.
Pada suatu hari nanti,
Suaraku tak terdengar lagi,
Tapi di antara larik-larik sajak ini.
Kau akan tetap kusiasati,
Pada suatu hari nanti,
Impianku pun tak dikenal lagi,
Namun di sela-sela huruf sajak ini,
Kau tak akan letih-letihnya kucari.
DARI BENTANGAN LANGIT
Karya :Emha Ainun Najib
Dari
bentangan langit yang semu
Ia, kemarau itu, datang kepadamu
Tumbuh perlahan. Berhembus amat panjang
Menyapu lautan. Mengekal tanah berbongkahan
menyapu hutan !
Mengekal tanah berbongkahan !
datang kepadamu, Ia, kemarau itu
dari Tuhan, yang senantia diam
dari tangan-Nya. Dari Tangan yang dingin dan tak menyapa
yang senyap. Yang tak menoleh barang sekejap.
1997
Ia, kemarau itu, datang kepadamu
Tumbuh perlahan. Berhembus amat panjang
Menyapu lautan. Mengekal tanah berbongkahan
menyapu hutan !
Mengekal tanah berbongkahan !
datang kepadamu, Ia, kemarau itu
dari Tuhan, yang senantia diam
dari tangan-Nya. Dari Tangan yang dingin dan tak menyapa
yang senyap. Yang tak menoleh barang sekejap.
1997
SEBUAH JAKET BERLUMURAN DARAH
karya: Taufik Ismail
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?.
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.
Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.
HANYA DALAM PUISI
karya : Ajip Rosidi
Dalam kereta
api
Kubaca puisi: Willy dan
Mayakowsky
Namun kata-katamu
kudengar
Mengatasi derak-derik
deresi.
Kulempar pandang ke luar:
Sawah-sawah dan
gunung-gunung
Lalu sajak-sajak
tumbuh
Dari setiap bulir peluh
Para petani yang
terbungkuk sejak pagi
Melalui hari-hari keras dan sunyi.
Kutahu kau pun tahu:
Hidup terumbang-ambing antara langit
dan bumi
Adam terlempar dari surga
Lalu kian kemari
mencari Hawa.
Tidakkah telah menjadi takdir penyair
Mengetuk pintu demi pintu
Dan tak juga
ditemuinya: Ragi hati
Yang tak mau
Menyerah pada
situasi?
Dalam lembah
menataplah wajahmu
yang sabar.
Dari lembah
mengulurlah tanganmu
yang gemetar.
Dalam kereta api
Kubaca puisi: turihan-turihan hati
Yang dengan jari-jari
besi sang Waktu
Menentukan langkah-langkah Takdir:
Menjulur
Ke ruang mimpi yang kuatur
sia-sia.
Aku tahu.
Kau pun tahu. Dalam puisi
Semuanya jelas dan pasti.
1968
Kubaca puisi: Willy dan
Mayakowsky
Namun kata-katamu
kudengar
Mengatasi derak-derik
deresi.
Kulempar pandang ke luar:
Sawah-sawah dan
gunung-gunung
Lalu sajak-sajak
tumbuh
Dari setiap bulir peluh
Para petani yang
terbungkuk sejak pagi
Melalui hari-hari keras dan sunyi.
Kutahu kau pun tahu:
Hidup terumbang-ambing antara langit
dan bumi
Adam terlempar dari surga
Lalu kian kemari
mencari Hawa.
Tidakkah telah menjadi takdir penyair
Mengetuk pintu demi pintu
Dan tak juga
ditemuinya: Ragi hati
Yang tak mau
Menyerah pada
situasi?
Dalam lembah
menataplah wajahmu
yang sabar.
Dari lembah
mengulurlah tanganmu
yang gemetar.
Dalam kereta api
Kubaca puisi: turihan-turihan hati
Yang dengan jari-jari
besi sang Waktu
Menentukan langkah-langkah Takdir:
Menjulur
Ke ruang mimpi yang kuatur
sia-sia.
Aku tahu.
Kau pun tahu. Dalam puisi
Semuanya jelas dan pasti.
1968
SURAT DARI IBU
Karya : Asrul Sani
Pergi ke
dunia luas, anakku sayang
pergi ke hidup bebas !
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinar daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau.
pergi ke hidup bebas !
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinar daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau.
Pergi ke
laut lepas, anakku sayang
pergi ke alam bebas !
Selama hari belum petang
pergi ke alam bebas !
Selama hari belum petang
dan
warna senja belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau.
menutup pintu waktu lampau.
Jika
bayang telah pudar
dan elang laut pulang kesarang
angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering sendiri
dan nakhoda sudah tahu pedoman
boleh engkau datang padaku !
dan elang laut pulang kesarang
angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering sendiri
dan nakhoda sudah tahu pedoman
boleh engkau datang padaku !
Kembali
pulang, anakku sayang
kembali ke balik malam !
Jika kapalmu telah rapat ke tepi
Kita akan bercerita
“Tentang cinta dan hidupmu pagi hari.”
kembali ke balik malam !
Jika kapalmu telah rapat ke tepi
Kita akan bercerita
“Tentang cinta dan hidupmu pagi hari.”
SEBELUM
LAUT BERTEMU LANGIT
karya : Eka Budianta
karya : Eka Budianta
Seekor penyu pulang ke laut
Setelah meletakkan telurnya di pantai
Malam ini kubenamkan butir-butir
Puisiku di pantai hatimu
Sebentar lagi aku akan balik ke laut.
Puisiku – telur-telur penyu itu-
mungkin bakal menetas
menjadi tukik-tukik perkasa
yang berenang beribu mil jauhnya
Mungkin juga mati
Pecah, terinjak begitu saja
Misalnya sebutir telur penyu
menetas di pantai hatimu
tukik kecilku juga kembali ke laut
Seperti penyair mudik ke sumber matahari
melalui desa dan kota, gunung dan hutan
yang menghabiskan usianya
Kalau ombak menyambutku kembali
Akan kusebut namamu pantai kasih
Tempat kutanamkan kata-kata
yang dulu melahirkan aku
bergenerasi yang lalu
Betul, suatu hari penyu itu
tak pernah datang lagi ke pantai
sebab ia tak bisa lagi bertelur
Ia hanya berenang dan menyelam
menuju laut bertemu langit
di cakrawala abadi
Jakarta, 2003
IBU
Karya: D. Zawawi Imron
kalau
aku merantau lalu datang musim kemarau
sumur-sumur
kering, daunan pun gugur bersama reranting
hanya
mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir
bila
aku merantau
sedap
kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di
hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran
hutangku padamu tak kuasa kubayar
ibu
adalah gua pertapaanku
dan
ibulah yang meletakkan aku di sini
saat
bunga kembang menyemerbak bau sayang
ibu
menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
aku
mengangguk meskipun kurang mengerti
bila
kasihmu ibarat samudera
sempit
lautan teduh
tempatku
mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku
berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan,
mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau
aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu,
ibu, yang kan kusebut paling dahulu
lantaran
aku tahu
engkau
ibu dan aku anakmu
bila
aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan
yang ibu tunjukkan telah kukenal
ibulah
itu bidadari yang berselendang bianglala
sesekali
datang padaku
menyuruhku
menulis langit biru
dengan
sajakku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar